Irmayanti atau lebih dikenal dengan nama panggung Irma Bule
penyanyi dangdut asal Cikampek, Karawang, Jawa Barat, tewas akibat
digigit ular kobra yang jadi pelengkap aksi panggungnya. Peristiwa
itu terjadi usai Irma manggung di sebuah pesta pernikahan.
Sebagaimana diketahui penyanyi 29 tahun tersebut sejak tiga tahun
terakhir selalu bernyanyi dangdut di panggung dengan ular. Berjoget
dengan hewan melata seperti ular sudah jadi ciri khasnya, namun tragis,
ular juga yang mengakhiri hidupnya. Irma sebelumnya sudah diingatkan untuk tidak menyertakan ular kobra,
yang kemudian menggigitnya saat sang biduan tak sengaja menginjak ekor
ular berbisa itu.
Mengetahui korban digigit ular yang bernama Riani tersebut, sang pawang langsung
melakukan pengobatan dengan menyedot luka bekas gigitan ular tersebut.
Pawang ular itu juga melumuri luka korban dengan bubuk cabe dan bawang.
Korban dipatuk di bagian paha kanan saat sedang asyik menari bersama
ular tersebut. Meski digigit ular, korban masih meneruskan bernyanyi hingga membawakan dua lagu.
"Korban
tidak sadarkan diri sekitar 3 jam setelah digigit ular. Kemudian
dilarikan ke rumah sakit, seperti itu keterangan dan pawangnya," jelas
Doni.
Seharusnya jatuhnya korban bisa ditangani dengan penanganan yang tepat jika saja korban langsung dibawa kerumah sakit. Membalut paha korban juga dilakukan sang pawang untuk menghambat laju racun agar tidak cepat menyebar, namun pawang justru membalut di bawah luka, bukan di atasnya.
Bisa atau racun ular kobra merupakan salah satu yang terkuat dari
jenisnya, dan mampu membunuh manusia. Ular kobra melumpuhkan mangsanya
dengan menggigit dan menyuntikkan bisa neurotoksin pada hewan tangkapannya (biasanya binatang mengerat atau burung
kecil) melalui taringnya. Bisa tersebut kemudian melumpuhkan
syaraf-syaraf dan otot-otot si korban (mangsa) dalam waktu yang hanya
beberapa menit saja. Selain itu, ular kobra dapat melumpuhkan korbannya dengan menyemprotkan
bisa ke matanya, namun tidak semua kobra dapat melakukan hal ini.
Jadi seharusnya apa yang kita lakukan jika digigit atau dipatuk ular berbisa?
Kobra hanya menyerang manusia bila diserang terlebih dahulu atau
merasa terancam. Selain itu, kadang mereka juga hanya menggigit tanpa
menyuntikkan bisa (gigitan ‘kosong’ atau gigitan ‘kering’). Maka tidak
semua gigitan kobra pada manusia berakhir dengan kematian, bahkan cukup
banyak persentase gigitan yang tidak menimbulkan gejala keracunan pada
manusia.
Meski demikian, orang harus tetap berwaspada apabila tergigit ular
ini, namun jangan panik. Yang terbaik, perlakukan luka gigitan dengan
hati-hati tanpa membuat luka-luka baru di sekitarnya (misalnya untuk
mencoba mengeluarkan racun). Jika mungkin, balutlah dengan cukup kuat
(balut dengan tekanan) bagian anggota tubuh antara luka dengan jantung,
untuk memperlambat –namun tidak menghentikan– aliran darah ke jantung.
Usahakan korban tidak banyak bergerak, terutama pada anggota tubuh yang
tergigit, agar peredaran darah tidak bertambah cepat. Kemudian bawalah
si korban sesegera mungkin ke rumah sakit untuk memperoleh antibisa
(biasanya di Indonesia disebut
SABU, serum anti bisa ular) dan perawatan yang semestinya.
Semburan bisa ular kobra, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan
iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya
bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas
dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan
yang lebih lanjut pada mata.
Penting untuk diingat sekali lagi, bahwa gigitan ular kobra pada
manusia tidak semuanya berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus
gigitan, ular menggigit untuk memperingatkan atau mengusir manusia.
Sehingga hanya sedikit atau tidak ada racun yang disuntikkan. Jika pun
racun masuk dalam jumlah yang cukup, apabila korban ditangani dengan
baik, umumnya belum membawa kematian sampai beberapa jam kemudian. Jadi,
kematian tidak datang seketika atau dalam beberapa menit saja. Tidak
perlu panik.
Bisa kobra, seperti umumnya Elapidae, terutama bersifat neurotoksin.
Yakni memengaruhi dan melumpuhkan kerja jaringan syaraf. Si korban
perlahan-lahan akan merasa mengantuk (pelupuk mata memberat), kesulitan
bernafas, hingga detak dan irama jantung terganggu dalam beberapa jam
kemudian.
Akan tetapi tak serupa dengan akibat gigitan ular Elapidae lainnya,
bisa ular kobra Jawa dan Sumatra dapat merusak jaringan di sekitar luka
gigitan. Jadi, juga bersifat hemotoksin. Lebam berdarah di bawah kulit
dapat terjadi, dan rasa sakit yang amat sangat muncul (namun tidak
selalu) dalam menit-menit pertama setelah tergigit. Sekitar luka akan
membengkak, dan bersama dengan menjalarnya pembengkakan, rasa sakit juga
turut menjalar terutama di sekitar persendian. Lebam lama-lama akan
menghitam dan menjadi nekrosis. Dalam pada itu, kemampuan pembekuan darah pun turut menurun.
Tanpa gejala-gejala di atas, kemungkinan tidak ada racun yang masuk
ke tubuh, atau terlalu sedikit untuk meracuni tubuh orang. Namun juga
perlu diingat, bahwa umumnya gigitan ular berbisa atau pun tidak
hampir pasti menumbuhkan ketakutan atau kekhawatiran pada manusia. Telah
demikian tertancam dalam jiwa kita manusia, anggapan yang tidak tepat,
bahwa (setiap) ular itu berbisa dan (setiap) gigitan ular akan
mengakibatkan kematian.
Pada kondisi yang yang berlebihan, rasa takut ini dapat mengakibatkan syok (
shock)
pada si korban dengan gejala-gejala yang mirip. Korban akan merasa
lemah, berkeringat dingin, detak jantung melemah, pernapasan bertambah
cepat dan kesadarannya menurun. Bila terjadi, syok ini penting untuk
ditangani karena dapat membahayakan jiwa pula. Akan tetapi ini bukanlah
gejala keracunan, sehingga sangat penting untuk mengamati perkembangan
gejala pada korban gigitan untuk menentukan tindakan penanganan yang
tepat.
Sumber https://id.wikipedia.org/wiki/Ular_sendok